Berada di daerah gurun pasir yang kering, bukan berarti bangsa Arab, kekurangan air. Justru sumber-sumber air mereka yang sedikit dikelola dengan baik.
Seperti bangsa-bangsa di benua subtropik, kebutuhan dasar air mereka adalah minum. Berada di daerah kelembapan rendah, bangsa Arab jarang berkeringat, meski matahari terik. Inilah yang menjelasakan, kenapa orang Arab tak banyak memanfaatkan air untuk mandi.
Dalam sepekan mereka hanya mandi dua atau tiga kali. Sebagai negara Muslim yang ketat memeraktikan syariat Islam, pasangan suami istri Arab juga mengenal mandi wajib, jika usai berhubungan badan. Bandingkan dengan orang Indonesia yang mandi rutin dua kali sehari.
Kebutuhan air lainnya jika mengeluarkan hajat kecil dan besar. Tak seperti bangsa-bangsa sub tropik di Eropa dan Amerika, yang menggunakan tissu usai buang air besar, orang Arab justru menggunakan air. Kebanyakan mereka memakai air semprotan. Inilah yang menjelaskan, di setiap water kloset mereka ada keran plus selang air kecil untuk membersihkan sisa kotoran.
Di WC orang Arab kebanyakan dan juga kloset yang rata dengan lantai. Tak seperti kloset kebanyakan di Indonesia yang menyisakan air di cekungan WC, tempat buang air besar orang Arab "langsung ke bawah".
Model kloset yang rata dengan lantai ini adalah upaya menyiasati tuntutan sunnah Islam, saat buang air kecil. Islam mensyariatkan, kencing dalam keadaan jongkok. Bukan berdiri, seperti urinoir closet yang banyak ditemukan di public toilet, mal, atau bahkan di beberapa masjid modern di Indonesia.
Selain closet, juga ada tempat wudhlu (abolition set atau daura
alwudlu). Tak sepertu di Indonesia yang lubang kran wudhunya besar, keran wudhu bangsa Arab kecil.
"Wudhu itu bukan mencuci tapi membasuh," kata Arif Arfah LC,
pembimbing ibadah umrah Global Haramain, menjelaskan bagaimana efisiennya Muslim Arab mensucikan diri sebelum sholat.
Di setiap kamar mandi bangsa arab ada keran wudhu. Posisi kerannya dari lantai setinggi paha, berwudhu dalam posisi ruku.
Namun banyak dari jamaah Indonesia, justru menggunakan hand wastafel untuk berwudhu. Mereka terlihat tersiksa saat membasuh kaki. Secara bergantian kaki diangkat. Konsep kamar mandi kering, yang dirancang agar lantai kamar mandi tak basah, gagal.
Di Madinah misalnya, di kamar mandi Andalusia Royal Suite, tempat menginap 210 jamaah umrah Konsorsium Global Haramain (sekitar 100 m dari pagar Masjid Nabawi), model klosetnya menggabungkan khas Eropa dan Arab.
Selain tempat buang air besar, ada juga keran mandi. Posisi keran sekitar 180 cm dari lantai. Tak ada kolam mandi di kamar mandi warga jazirah Arab. Sumber
Seperti bangsa-bangsa di benua subtropik, kebutuhan dasar air mereka adalah minum. Berada di daerah kelembapan rendah, bangsa Arab jarang berkeringat, meski matahari terik. Inilah yang menjelasakan, kenapa orang Arab tak banyak memanfaatkan air untuk mandi.
Dalam sepekan mereka hanya mandi dua atau tiga kali. Sebagai negara Muslim yang ketat memeraktikan syariat Islam, pasangan suami istri Arab juga mengenal mandi wajib, jika usai berhubungan badan. Bandingkan dengan orang Indonesia yang mandi rutin dua kali sehari.
Kebutuhan air lainnya jika mengeluarkan hajat kecil dan besar. Tak seperti bangsa-bangsa sub tropik di Eropa dan Amerika, yang menggunakan tissu usai buang air besar, orang Arab justru menggunakan air. Kebanyakan mereka memakai air semprotan. Inilah yang menjelaskan, di setiap water kloset mereka ada keran plus selang air kecil untuk membersihkan sisa kotoran.
Di WC orang Arab kebanyakan dan juga kloset yang rata dengan lantai. Tak seperti kloset kebanyakan di Indonesia yang menyisakan air di cekungan WC, tempat buang air besar orang Arab "langsung ke bawah".
Model kloset yang rata dengan lantai ini adalah upaya menyiasati tuntutan sunnah Islam, saat buang air kecil. Islam mensyariatkan, kencing dalam keadaan jongkok. Bukan berdiri, seperti urinoir closet yang banyak ditemukan di public toilet, mal, atau bahkan di beberapa masjid modern di Indonesia.
Selain closet, juga ada tempat wudhlu (abolition set atau daura
alwudlu). Tak sepertu di Indonesia yang lubang kran wudhunya besar, keran wudhu bangsa Arab kecil.
"Wudhu itu bukan mencuci tapi membasuh," kata Arif Arfah LC,
pembimbing ibadah umrah Global Haramain, menjelaskan bagaimana efisiennya Muslim Arab mensucikan diri sebelum sholat.
Di setiap kamar mandi bangsa arab ada keran wudhu. Posisi kerannya dari lantai setinggi paha, berwudhu dalam posisi ruku.
Namun banyak dari jamaah Indonesia, justru menggunakan hand wastafel untuk berwudhu. Mereka terlihat tersiksa saat membasuh kaki. Secara bergantian kaki diangkat. Konsep kamar mandi kering, yang dirancang agar lantai kamar mandi tak basah, gagal.
Di Madinah misalnya, di kamar mandi Andalusia Royal Suite, tempat menginap 210 jamaah umrah Konsorsium Global Haramain (sekitar 100 m dari pagar Masjid Nabawi), model klosetnya menggabungkan khas Eropa dan Arab.
Selain tempat buang air besar, ada juga keran mandi. Posisi keran sekitar 180 cm dari lantai. Tak ada kolam mandi di kamar mandi warga jazirah Arab. Sumber